Logo WhatsApp
diposkan pada : 26-08-2024 16:07:16

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَا لْاٰ خِرَةِ وَاَ عَدَّ لَهُمْ عَذَا بًا مُّهِيْنًا
"Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka."
(QS. Al-Ahzab 33: Ayat 57)

Safiyyah binti Huyay ibn Akhtab adalah seorang wanita Yahudi dari suku Bani Nadir, salah satu suku Yahudi di Madinah. Setelah Bani Nadir diusir dari Madinah, mereka menetap di Khaibar, sebuah benteng Yahudi di utara Madinah. Safiyyah adalah putri dari Huyay ibn Akhtab, seorang pemimpin Yahudi yang dikenal sebagai musuh Islam dan pernah terlibat dalam persekongkolan melawan Nabi Muhammad ﷺ dan kaum Muslim.

Latar Belakang Pernikahan Safiyyah dengan Nabi Muhammad ﷺ:

Pada tahun ke-7 Hijriyah, terjadi pertempuran Khaibar antara kaum Muslimin dan orang-orang Yahudi. Kaum Muslimin berhasil menguasai Khaibar, dan banyak tawanan, termasuk Safiyyah, jatuh ke tangan kaum Muslimin. Safiyyah kemudian menjadi bagian dari rampasan perang dan diberikan kepada Dihyah al-Kalbi, seorang sahabat Nabi. Namun, ketika Nabi Muhammad ﷺ mengetahui latar belakang Safiyyah, beliau memutuskan untuk menikahinya.

Pernikahan ini adalah bentuk pembebasan bagi Safiyyah dan upaya untuk menghilangkan permusuhan antara Yahudi dan Muslim. Selain itu, pernikahan ini juga merupakan tindakan diplomasi yang bijak, mengingat Safiyyah berasal dari keluarga terkemuka di kalangan Yahudi, sehingga diharapkan dapat meredam ketegangan antara kaum Muslimin dan Yahudi.

Tuduhan dan Diskredit Terhadap Nabi Muhammad ﷺ:

Namun, beberapa pihak, baik pada zaman itu maupun masa-masa berikutnya, mencoba mendiskreditkan Nabi Muhammad ﷺ dengan mengangkat pernikahannya dengan Safiyyah sebagai isu negatif. Beberapa tuduhan yang sering muncul adalah:

  1. Tuduhan Perkawinan Paksa: Ada yang menuduh bahwa Nabi Muhammad ﷺ memaksa Safiyyah untuk menikah dengannya. Tuduhan ini sangat tidak berdasar karena ada riwayat yang jelas menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ memberi pilihan kepada Safiyyah apakah dia ingin tetap dalam status tawanan atau menjadi istrinya. Safiyyah memilih untuk menjadi istri Nabi dengan sukarela.

  2. Tuduhan Menikahi Tawanan: Ada juga yang mengecam Nabi karena menikahi seorang tawanan perang. Namun, dalam tradisi Islam, tawanan perang sering kali dibebaskan atau dinikahi sebagai bentuk kehormatan dan perlindungan. Pernikahan ini juga merupakan bentuk penghargaan dan tidak ada unsur paksaan.

  3. Tuduhan Politik: Beberapa orang menuduh bahwa Nabi Muhammad ﷺ menikahi Safiyyah semata-mata untuk kepentingan politik. Walaupun pernikahan ini memang memiliki dampak politik positif dalam meredakan ketegangan dengan suku Yahudi, hubungan tersebut bukan semata-mata politis, melainkan juga mencerminkan sifat kasih sayang dan keadilan Nabi.

  4. Tuduhan Memanfaatkan Situasi: Ada juga yang menuduh bahwa Nabi memanfaatkan situasi perang untuk menikahi wanita yang berasal dari musuhnya. Tuduhan ini sangat tidak adil karena pernikahan ini bukanlah tindakan eksploitasi, melainkan sebuah langkah yang diambil dengan penuh pertimbangan, baik dari sisi kemanusiaan maupun diplomasi.

Reaksi Safiyyah Terhadap Pernikahan:

Riwayat menunjukkan bahwa Safiyyah menerima Islam dengan sepenuh hati setelah pernikahannya dengan Nabi Muhammad ﷺ dan menjadi salah satu istri yang dihormati. Dia dikenal sebagai wanita yang bijaksana, cerdas, dan memiliki tempat istimewa di hati Nabi. Setelah kematian Nabi, Safiyyah hidup dengan penuh martabat dan dihormati oleh para sahabat dan umat Islam.